PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 72 TAHUN 2005
TENTANG
DESA
DENGAN
RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:
bahwa untuk
melaksanakan ketentuan Pasal 216 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
Tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 Tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 38, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4493) yang telah ditetapkan dengan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005
Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548), perlu
ditetapkan Peraturan Pemerintah Tentang Desa.
Mengingat:
1.
Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005
Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 38, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4493) yang telah ditetapkan dengan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005
Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548).
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG DESA
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud
dengan:
1.
Pemerintah Pusat, selanjutnya
disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan
negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia;
2.
Pemerintah daerah adalah Gubernur,
Bupati, atau Walikota dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan
daerah;
3.
Pemerintahan daerah adalah
penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas
otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem
dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
4.
Kecamatan adalah wilayah kerja
camat sebagai perangkat daerah kabupaten dan daerah kota.
5.
Desa atau yang disebut dengan nama
lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki
batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang
diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
6.
Pemerintahan Desa adalah
penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan
Desa dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul
dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
7.
Pemerintah Desa atau yang disebut
dengan nama lain adalah Kepala Desa dan Perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara
pemerintahan desa.
8.
Badan Permusyawaratan Desa atau
yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disingkat BPD, adalah lembaga yang merupakan
perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan desa sebagai unsur
penyelenggara pemerintahan desa.
9.
Lembaga Kemasyarakatan atau yang
disebut dengan nama lain adalah lembaga yang dibentuk oleh masyarakat sesuai dengan
kebutuhan dan merupakan mitra pemerintah desa dalam memberdayakan masyarakat.
10.
Dana perimbangan adalah pengertian
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintahan Pusat dan Pemerintahan Daerah.
11.
Alokasi Dana Desa adalah dana yang
dialokasikan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota untuk desa, yang bersumber dari
bagian dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh
Kabupaten/Kota.
12.
Anggaran Pendapatan dan Belanja
Desa selanjutnya disingkat APB Desa adalah rencana keuangan tahunan
pemerintahan desa yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Desa dan
BPD, yang ditetapkan dengan Peraturan Desa.
13.
Peraturan Daerah adalah Peraturan
Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
14.
Peraturan Desa adalah peraturan
perundang-undangan yang dibuat oleh BPD bersama Kepala Desa.
15.
Pembinaan adalah pemberian
pedoman, standar pelaksanaan, perencanaan, penelitian, pengembangan, bimbingan,
pendidikan dan pelatihan, konsultasi, supervisi, monitoring, pengawasan umum
dan evaluasi pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan desa.
16.
Menteri adalah Menteri Dalam
Negeri.
BAB II
PEMBENTUKAN DAN PERUBAHAN STATUS DESA
Bagian Pertama
Pembentukan
Pasal 2
(1)
Desa dibentuk atas prakarsa
masyarakat dengan memperhatikan asal-usul desa dan kondisi sosial budaya masyarakat
setempat.
(2)
Pembentukan desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi syarat:
a.
jumlah penduduk;
b.
luas wilayah;
c.
bagian wilayah kerja;
d.
perangkat; dan
e.
sarana dan prasarana pemerintahan.
(3)
Pembentukan desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat berupa penggabungan beberapa desa, atau bagian
desa yang bersandingan, atau pemekaran dari satu desa menjadi dua desa atau lebih,
atau pembentukan desa di luar desa yang telah ada.
(4)
Pemekaran dari satu desa menjadi
dua desa atau lebih sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dilakukan setelah mencapai
paling sedikit 5 (lima) tahun penyelenggaraan pemerintahan desa.
(5)
Desa yang kondisi masyarakat dan
wilayahnya tidak lagi memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dapat dihapus atau digabung.
Pasal 3
(1)
Dalam wilayah desa dapat dibentuk
Dusun atau sebutan lain yang merupakan bagian wilayah kerja pemerintahan desa
dan ditetapkan dengan peraturan desa.
(2)
Sebutan bagian wilayah kerja
pemerintahan desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disesuaikan dengan
kondisi sosial budaya masyarakat setempat yang ditetapkan dengan peraturan
desa.
Pasal 4
(1)
Ketentuan lebih lanjut mengenai
Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal
2 diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dengan berpedoman pada
Peraturan Menteri.
(2)
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mengakui dan menghormati hak
asal-usul, adat istiadat dan sosial budaya masyarakat setempat.
Bagian Kedua
Perubahan Status
Pasal 5
(1)
Desa dapat diubah atau disesuaikan
statusnya menjadi kelurahan berdasarkan prakarsa Pemerintah Desa bersama BPD
dengan memperhatikan saran dan pendapat masyarakat setempat.
(2)
Perubahan status desa menjadi
kelurahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memperhatikan persyaratan:
a.
luas wilayah;
b.
jumlah penduduk;
c.
prasarana dan sarana pemerintahan;
d.
potensi ekonomi; dan
e.
kondisi sosial budaya masyarakat.
(3)
Desa yang berubah menjadi
Kelurahan, Lurah dan Perangkatnya diisi dari Pegawai Negeri Sipil.
(4)
Ketentuan lebih lanjut mengenai
perubahan status desa menjadi kelurahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dengan berpedoman
pada Peraturan Menteri.
(5)
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) wajib mengakui dan menghormati hak
asal-usul, adat istiadat desa dan sosial budaya masyarakat setempat.
Pasal 6
(1)
Desa yang berubah statusnya
menjadi Kelurahan, kekayaannya menjadi kekayaan daerah dan dikelola oleh
kelurahan yang bersangkutan untuk kepentingan masyarakat setempat.
(2)
Pendanaan sebagai akibat perubahan
status desa menjadi kelurahan dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah kabupaten/kota.
BAB III
KEWENANGAN DESA
Pasal 7
Urusan pemerintahan
yang menjadi kewenangan desa mencakup:
a.
urusan pemerintahan yang sudah ada
berdasarkan hak asal usul desa;
b.
urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan kabupaten/kota yang diserahkan pengaturannya kepada desa;
c.
tugas pembantuan dari Pemerintah,
Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota; dan
d.
urusan pemerintahan lainnya yang
oleh peraturan perundang-undangan diserahkan kepada desa.
Pasal 8
Urusan pemerintahan
yang menjadi kewenangan Kabupaten/Kota yang diserahkan pengaturannya kepada
Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b adalah urusan pemerintahan yang
secara langsung dapat meningkatkan pelayanan dan pemberdayaan masyarakat.
Pasal 9
(1)
Ketentuan lebih lanjut mengenai
pelaksanaan penyerahan urusan yang menjadi kewenangan Kabupaten/Kota yang
diserahkan pengaturannya kepada Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b
diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dengan berpedoman pada Peraturan
Menteri.
(2)
Penyerahan urusan pemerintahan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan pembiayaannya.
Pasal 10
(1)
Tugas pembantuan dari Pemerintah,
Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota kepada Desa sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 huruf c wajib disertai dengan dukungan pembiayaan, sarana
dan prasarana, serta sumber daya manusia.
(2)
Penyelenggaraan tugas pembantuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berpedoman pada peraturan
perundang-undangan.
(3)
Desa berhak menolak melaksanakan
tugas pembantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang tidak disertai dengan pembiayaan,
prasarana dan sarana, serta sumber daya manusia.
BAB IV
PENYELENGGARA PEMERINTAHAN DESA
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 11
Pemerintahan Desa terdiri dari Pemerintah Desa
dan BPD.
Bagian Kedua
Pemerintahan Desa
Paragraf 1
Pemerintah Desa
Pasal 12
(1)
Pemerintah Desa sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 terdiri dari Kepala Desa dan Perangkat Desa.
(2)
Perangkat Desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) terdiri dari Sekretaris Desa dan Perangkat Desa lainnya.
(3)
Perangkat Desa lainnya sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) terdiri atas:
a.
sekretariat desa;
b.
pelaksana teknis lapangan;
c.
unsur kewilayahan.
(4)
Jumlah Perangkat Desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi sosial budaya masyarakat
setempat.
(5)
Susunan organisasi dan tata kerja
pemerintahan desa ditetapkan dengan peraturan desa.
Pasal 13
(1)
Ketentuan lebih lanjut mengenai
Pedoman Penyusunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintahan Desa diatur dengan
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
(2)
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sekurang-kurangnya memuat:
a.
tata cara penyusunan struktur
organisasi;
b.
perangkat;
c.
tugas dan fungsi;
d.
hubungan kerja.
Paragraf 2
Tugas, Wewenang, Kewajiban dan Hak Kepala Desa
Pasal 14
(1)
Kepala Desa mempunyai tugas
menyelenggarakan urusan pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan.
(2)
Dalam melaksanakan tugas
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Desa mempunyai wewenang:
a.
memimpin penyelenggaraan
pemerintahan desa berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama BPD;
b.
mengajukan rancangan peraturan
desa;
c.
menetapkan peraturan desa yang
telah mendapat persetujuan bersama BPD;
d.
menyusun dan mengajukan rancangan
peraturan desa mengenai APB Desa untuk dibahas dan ditetapkan bersama BPD;
e.
membina kehidupan masyarakat desa;
f.
membina perekonomian desa;
g.
mengoordinasikan pembangunan desa
secara partisipatif;
h.
mewakili desanya di dalam dan di
luar pengadilan dan dapat menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan
peraturan perundang-undangan; dan
i.
melaksanakan wewenang lain sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 15
(1)
Dalam melaksanakan tugas dan
wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, Kepala Desa mempunyai kewajiban:
a.
memegang teguh dan mengamalkan
Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia;
b.
meningkatkan kesejahteraan
masyarakat;
c.
memelihara ketentraman dan
ketertiban masyarakat;
d.
melaksanakan kehidupan demokrasi;
e.
melaksanakan prinsip tata pemerintahan
desa yang bersih dan bebas dari Kolusi, Korupsi dan Nepotisme;
f.
menjalin hubungan kerja dengan
seluruh mitra kerja pemerintahan desa;
g.
menaati dan menegakkan seluruh
peraturan perundang-undangan;
h.
menyelenggarakan administrasi
pemerintahan desa yang baik;
i.
melaksanakan dan
mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan desa;
j.
melaksanakan urusan yang menjadi
kewenangan desa;
k.
mendamaikan perselisihan
masyarakat di desa;
l.
mengembangkan pendapatan
masyarakat dan desa;
m.
membina, mengayomi dan
melestarikan nilai-nilai sosial budaya dan adat istiadat;
n.
memberdayakan masyarakat dan
kelembagaan di desa; dan
o.
mengembangkan potensi sumber daya
alam dan melestarikan lingkungan hidup;
(2)
Selain kewajiban sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) Kepala Desa mempunyai kewajiban untuk memberikan laporan
penyelenggaraan pemerintahan desa kepada Bupati/Walikota, memberikan laporan
keterangan pertanggungjawaban kepada BPD, serta menginformasikan laporan
penyelenggaraan pemerintahan desa kepada masyarakat.
(3)
Laporan penyelenggaraan pemerintahan
desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada Bupati/Walikota melalui
Camat 1 (satu) kali dalam satu tahun.
(4)
Laporan keterangan
pertanggungjawaban kepada BPD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan 1
(satu) kali dalam satu tahun dalam musyawarah BPD.
(5)
Menginformasikan laporan
penyelenggaraan pemerintahan desa kepada masyarakat sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), dapat berupa selebaran yang ditempelkan pada papan pengumuman atau
diinformasikan secara lisan dalam berbagai pertemuan masyarakat desa, radio
komunitas atau media lainnya.
(6)
Laporan sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) digunakan oleh Bupati/Walikota sebagai dasar melakukan evaluasi penyelenggaraan
pemerintahan desa dan sebagai bahan pembinaan lebih lanjut.
(7)
Laporan akhir masa jabatan Kepala
Desa disampaikan kepada Bupati/Walikota melalui Camat dan kepada BPD.
Pasal 16
Kepala desa
dilarang:
a.
menjadi pengurus partai politik;
b.
merangkap jabatan sebagai Ketua
dan/atau Anggota BPD, dan lembaga kemasyarakatan di desa bersangkutan;
c.
merangkap jabatan sebagai Anggota
DPRD
d.
terlibat dalam kampanye pemilihan
umum, pemilihan presiden, dan pemilihan kepala daerah;
e.
merugikan kepentingan umum,
meresahkan sekelompok masyarakat, dan mendiskriminasikan warga atau golongan masyarakat
lain;
f.
melakukan kolusi, korupsi dan
nepotisme, menerima uang, barang dan/atau jasa dari pihak lain yang dapat mempengaruhi
Keputusan atau tindakan yang akan dilakukannya;
g.
menyalahgunakan wewenang; dan
h.
melanggar sumpah/janji jabatan.
Pasal 17
(1)
Kepala Desa berhenti, karena:
a.
meninggal dunia;
b.
permintaan sendiri;
c.
diberhentikan.
(2)
Kepala Desa diberhentikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c karena:
a.
berakhir masa jabatannya dan telah
dilantik pejabat yang baru;
b.
tidak dapat melaksanakan tugas
secara berkelanjutan atau berhalangan tetap secara berturut-turut selama 6
(enam) bulan;
c.
tidak lagi memenuhi syarat sebagai
kepala desa;
d.
dinyatakan melanggar sumpah/janji
jabatan;
e.
tidak melaksanakan kewajiban
kepala desa; dan/atau
f.
melanggar larangan bagi kepala
desa.
(3)
Usul pemberhentian kepala desa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b dan ayat (2) huruf a dan
huruf b diusulkan oleh Pimpinan BPD kepada Bupati/Walikota melalui Camat,
berdasarkan keputusan musyawarah BPD.
(4)
Usul pemberhentian kepala desa
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, huruf d, huruf e dan huruf f
disampaikan oleh BPD kepada Bupati/Walikota melalui Camat berdasarkan keputusan
musyawarah BPD yang dihadiri oleh 2/3 (dua per tiga) dari jumlah anggota BPD.
(5)
Pengesahan pemberhentian kepala
desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) ditetapkan dengan
Keputusan Bupati/Walikota paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak usul diterima.
(6)
Setelah dilakukan pemberhentian
Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Bupati/Walikota mengangkat
Penjabat Kepala Desa.
(7)
Ketentuan lebih lanjut mengenai
tata cara pengangkatan penjabat Kepala Desa diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Pasal 18
(1)
Kepala desa diberhentikan
sementara oleh Bupati/Walikota tanpa melalui usulan BPD apabila dinyatakan
melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5
(lima) tahun berdasarkan putusan pengadilan yang belum memperoleh kekuatan
hukum tetap.
(2)
Kepala desa diberhentikan oleh
Bupati/Walikota tanpa melalui usulan BPD apabila terbukti melakukan tindak pidana
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap.
Pasal 19
Kepala desa
diberhentikan sementara oleh Bupati/ Walikota tanpa melalui usulan BPD karena
berstatus sebagai tersangka melakukan tindak pidana korupsi, tindak pidana
terorisme, makar dan atau tindak pidana terhadap keamanan negara.
Pasal 20
(1)
Kepala desa yang diberhentikan
sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) dan Pasal 19, setelah
melalui proses peradilan ternyata terbukti tidak bersalah berdasarkan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, paling lama 30 (tiga
puluh) hari sejak ditetapkan putusan pengadilan, Bupati/Walikota harus
merehabilitasi dan/atau mengaktifkan kembali kepala desa yang bersangkutan
sampai dengan akhir masa jabatan.
(2)
Apabila kepala desa yang
diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah berakhir masa jabatannya
Bupati/Walikota hanya merehabilitasi kepala desa yang bersangkutan.
Pasal 21
Apabila Kepala Desa
diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) dan Pasal
19, Sekretaris Desa melaksanakan tugas dan kewajiban Kepala Desa sampai dengan adanya
putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Pasal 22
Apabila Kepala Desa
diberhentikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) dan Pasal 19,
Bupati/Walikota mengangkat Penjabat Kepala Desa dengan tugas pokok
menyelenggarakan pemilihan Kepala Desa paling lama 6 (enam) bulan terhitung
sejak putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Pasal 23
(1)
Tindakan penyidikan terhadap
Kepala Desa, dilaksanakan setelah adanya persetujuan tertulis dari
Bupati/Walikota.
(2)
Hal-hal yang dikecualikan dari
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
a.
tertangkap tangan melakukan tindak
pidana kejahatan;
b.
diduga telah melakukan tindak
pidana kejahatan yang diancam dengan pidana mati.
(3)
Tindakan penyidikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), diberitahukan secara tertulis oleh atasan penyidik
kepada Bupati/Walikota paling lama 3 hari.
Paragraf 3
Perangkat Desa
Pasal 24
(1)
Perangkat Desa sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) bertugas membantu Kepala Desa dalam
melaksanakan tugas dan wewenangnya.
(2)
Dalam melaksanakan tugasnya,
Perangkat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab kepada
Kepala Desa.
Pasal 25
(1)
Sekretaris Desa sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) diisi dari Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi
persyaratan, yaitu:
a.
berpendidikan paling rendah
lulusan SMU atau sederajat;
b.
mempunyai pengetahuan tentang
teknis pemerintahan;
c.
mempunyai kemampuan di bidang
administrasi perkantoran;
d.
mempunyai pengalaman di bidang
administrasi keuangan dan di bidang perencanaan;
e.
memahami sosial budaya masyarakat
setempat; dan
f.
bersedia tinggal di desa yang
bersangkutan.
(2)
Sekretaris Desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diangkat oleh Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota atas nama
Bupati/Walikota.
Pasal 26
(1)
Perangkat Desa lainnya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3) diangkat oleh Kepala Desa dari penduduk desa.
(2)
Pengangkatan Perangkat Desa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Kepala Desa.
(3)
Usia Perangkat Desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) paling rendah 20 (dua puluh) tahun dan paling tinggi 60
(enam puluh) tahun.
(4)
Ketentuan lebih lanjut mengenai Perangkat
Desa Lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Daerah
Kabupaten/Kota.
(5)
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sekurang-kurangnya memuat:
a.
persyaratan calon;
b.
mekanisme pengangkatan;
c.
masa jabatan;
d.
kedudukan keuangan;
e.
uraian tugas;
f.
larangan; dan
g.
mekanisme pemberhentian.
Paragraf 4
Kedudukan Keuangan Kepala Desa dan Perangkat Desa
Pasal 27
(1)
Kepala Desa dan Perangkat Desa
diberikan penghasilan tetap setiap bulan dan/atau tunjangan lainnya sesuai
dengan kemampuan keuangan desa.
(2)
Penghasilan tetap dan/atau
tunjangan lainnya yang diterima Kepala Desa dan Perangkat Desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan setiap tahun dalam APBDesa.
(3)
Penghasilan tetap sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) paling sedikit sama dengan Upah Minimum Regional
Kabupaten/Kota.
Pasal 28
(1)
Ketentuan lebih lanjut mengenai
kedudukan keuangan Kepala Desa dan Perangkat Desa diatur dengan Peraturan
Daerah Kabupaten/Kota.
(2)
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sekurang-kurangnya memuat:
a.
rincian jenis penghasilan
b.
rincian jenis tunjangan;
c.
penentuan besarnya dan pembebanan
pemberian penghasilan dan/atau tunjangan.
Bagian Ketiga
Badan Permusyawaratan Desa
Pasal 29
BPD berkedudukan
sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa.
Pasal 30
(1)
Anggota BPD adalah wakil dari
penduduk desa bersangkutan berdasarkan keterwakilan wilayah yang ditetapkan
dengan cara musyawarah dan mufakat.
(2)
Anggota BPD sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) terdiri dari Ketua Rukun Warga, pemangku adat, golongan profesi,
pemuka agama dan tokoh atau pemuka masyarakat lainnya.
(3)
Masa jabatan anggota BPD adalah 6
(enam) tahun dan dapat diangkat/diusulkan kembali untuk 1 (satu) kali masa
jabatan berikutnya.
Pasal 31
Jumlah anggota BPD
ditetapkan dengan jumlah ganjil, paling sedikit 5 (lima) orang dan paling
banyak 11 (sebelas) orang, dengan memperhatikan luas wilayah, jumlah penduduk,
dan kemampuan keuangan desa.
Pasal 32
(1)
Peresmian anggota BPD sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Bupati/Walikota.
(2)
Anggota BPD sebelum memangku
jabatannya mengucapkan sumpah/janji secara bersama-sama di hadapan masyarakat
dan dipandu oleh Bupati/Walikota.
Pasal 33
(1)
Pimpinan BPD terdiri dari 1 (satu)
orang Ketua, 1 (satu) orang Wakil Ketua, dan 1 (satu) orang Sekretaris.
(2)
Pimpinan BPD sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), dipilih dari dan oleh anggota BPD secara langsung dalam Rapat
BPD yang diadakan secara khusus.
(3)
Rapat pemilihan Pimpinan BPD untuk
pertama kali dipimpin oleh anggota tertua dan dibantu oleh anggota termuda.
Pasal 34
BPD berfungsi
menetapkan peraturan desa bersama Kepala Desa, menampung dan menyalurkan
aspirasi masyarakat.
Pasal 35
BPD mempunyai
wewenang:
a.
membahas rancangan peraturan desa
bersama kepala desa;
b.
melaksanakan pengawasan terhadap
pelaksanaan peraturan desa dan peraturan kepala desa;
c.
mengusulkan pengangkatan dan
pemberhentian kepala desa;
d.
membentuk panitia pemilihan kepala
desa;
e.
menggali, menampung, menghimpun,
merumuskan dan menyalurkan aspirasi masyarakat; dan
f.
menyusun tata tertib BPD.
Pasal 36
BPD mempunyai hak:
a.
meminta keterangan kepada
Pemerintah Desa;
b.
menyatakan pendapat.
Pasal 37
(1)
Anggota BPD mempunyai hak:
a.
mengajukan rancangan peraturan
desa;
b.
mengajukan pertanyaan;
c.
menyampaikan usul dan pendapat;
d.
memilih dan dipilih; dan
e.
memperoleh tunjangan.
(2)
Anggota BPD mempunyai kewajiban:
a.
mengamalkan Pancasila,
melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan
mentaati segala peraturan perundang-undangan;
b.
melaksanakan kehidupan demokrasi
dalam penyelenggaraan pemerintahan desa;
c.
mempertahankan dan memelihara
hukum nasional serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
d.
menyerap, menampung, menghimpun,
dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat;
e.
memproses pemilihan kepala desa;
f.
mendahulukan kepentingan umum di atas
kepentingan pribadi, kelompok dan golongan;
g.
menghormati nilai-nilai sosial
budaya dan adat istiadat masyarakat setempat; dan
h.
menjaga norma dan etika dalam
hubungan kerja dengan lembaga kemasyarakatan.
Pasal 38
(1)
Rapat BPD dipimpin oleh Pimpinan
BPD.
(2)
Rapat BPD sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dinyatakan sah apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya ½ (satu
per dua) dari jumlah anggota BPD, dan keputusan ditetapkan berdasarkan suara
terbanyak.
(3)
Dalam hal tertentu Rapat BPD
dinyatakan sah apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 (dua per tiga) dari
jumlah anggota BPD, dan keputusan ditetapkan dengan persetujuan sekurang-kurangnya
½ (satu per dua) ditambah 1 (satu) dari jumlah anggota BPD yang hadir.
(4)
Hasil rapat BPD ditetapkan dengan
Keputusan BPD dan dilengkapi dengan notulen rapat yang dibuat oleh Sekretaris BPD.
Pasal 39
(1)
Pimpinan dan Anggota BPD menerima
tunjangan sesuai dengan kemampuan keuangan desa.
(2)
Tunjangan pimpinan dan anggota BPD
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dalam APB Desa.
Pasal 40
(1)
Untuk kegiatan BPD disediakan
biaya operasional sesuai kemampuan keuangan desa yang dikelola oleh Sekretaris
BPD.
(2)
Biaya sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), ditetapkan setiap tahun dalam APB Desa.
Pasal 41
(1)
Pimpinan dan Anggota BPD tidak diperbolehkan
merangkap jabatan sebagai Kepala Desa dan Perangkat Desa.
(2)
Pimpinan dan Anggota BPD dilarang:
a.
sebagai pelaksana proyek desa;
b.
merugikan kepentingan umum,
meresahkan sekelompok masyarakat, dan mendiskriminasikan warga atau golongan masyarakat
lain;
c.
melakukan korupsi, kolusi,
nepotisme dan menerima uang, barang dan/atau jasa dari pihak lain yang dapat mempengaruhi
Keputusan atau tindakan yang akan dilakukannya;
d.
menyalahgunakan wewenang; dan
e.
melanggar sumpah/janji jabatan.
Pasal 42
(1)
Ketentuan lebih lanjut mengenai
BPD, ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
(2)
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sekurang-kurangnya memuat:
a.
persyaratan untuk menjadi anggota
sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat setempat;
b.
mekanisme musyawarah dan mufakat
penetapan anggota;
c.
pengesahan penetapan anggota;
d.
fungsi, dan wewenang;
e.
hak, kewajiban, dan larangan;
f.
pemberhentian dan masa
keanggotaan;
g.
penggantian anggota dan pimpinan;
h.
tata cara pengucapan sumpah/janji;
i.
pengaturan tata tertib dan
mekanisme kerja;
j.
tata cara menggali, menampung dan
menyalurkan aspirasi masyarakat;
k.
hubungan kerja dengan kepala desa
dan lembaga kemasyarakatan;
l.
keuangan dan administratif.
Bagian Keempat
Pemilihan Kepala Desa
Pasal 43
(1)
BPD memberitahukan kepada Kepala
Desa mengenai akan berakhirnya masa jabatan kepala desa secara tertulis 6
(enam) bulan sebelum berakhir masa jabatan.
(2)
BPD memproses pemilihan kepala
desa, paling lama 4 (empat) bulan sebelum berakhirnya masa jabatan kepala desa.
Pasal 44
Calon Kepala Desa
adalah penduduk desa Warga Negara Republik Indonesia yang memenuhi persyaratan:
a.
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa;
b.
setia kepada Pancasila sebagai
Dasar Negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan
kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia, serta Pemerintah;
c.
berpendidikan paling rendah tamat
Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama dan/atau sederajat;
d.
berusia paling rendah 25 (dua
puluh lima) tahun;
e.
bersedia dicalonkan menjadi kepala
desa;
f.
penduduk desa setempat;
g.
tidak pernah dihukum karena
melakukan tindak pidana kejahatan dengan hukuman paling singkat 5 (lima) tahun;
h.
tidak dicabut hak pilihnya sesuai
dengan Keputusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap;
i.
Belum pernah menjabat sebagai
Kepala Desa paling lama 10 (sepuluh) tahun atau dua kali masa jabatan.
j.
memenuhi syarat lain yang diatur
dalam Peraturan Daerah Kabupaten/Kota;
Pasal 45
Penduduk desa Warga
Negara Republik Indonesia yang pada hari pemungutan suara pemilihan kepala desa
sudah berumur 17 (tujuh belas) tahun atau sudah/pernah kawin mempunyai hak memilih.
Pasal 46
(1)
Kepala Desa dipilih langsung oleh
penduduk desa dari calon yang memenuhi syarat.
(2)
Pemilihan Kepala Desa bersifat
langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.
(3)
Pemilihan Kepala Desa dilaksanakan
melalui tahap pencalonan dan tahap pemilihan.
Pasal 47
(1)
Untuk pencalonan dan pemilihan
Kepala Desa, BPD membentuk Panitia Pemilihan yang terdiri dari unsur perangkat desa,
pengurus lembaga kemasyarakatan, dan tokoh masyarakat.
(2)
Panitia pemilihan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), melakukan pemeriksaan identitas bakal calon berdasarkan persyaratan
yang ditentukan, melaksanakan pemungutan suara, dan melaporkan pelaksanaan
pemilihan Kepala Desa kepada BPD.
Pasal 48
(1)
Panitia pemilihan melaksanakan
penjaringan dan penyaringan Bakal Calon Kepala Desa sesuai persyaratan.
(2)
Bakal Calon Kepala Desa yang telah
memenuhi persyaratan ditetapkan sebagai Calon Kepala Desa oleh Panitia
Pemilihan.
Pasal 49
(1)
Calon Kepala Desa yang berhak
dipilih diumumkan kepada masyarakat di tempat-tempat yang terbuka sesuai dengan
kondisi sosial budaya masyarakat setempat.
(2)
Calon Kepala Desa dapat melakukan
kampanye sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat setempat.
Pasal 50
(1)
Calon Kepala Desa yang dinyatakan
terpilih adalah calon yang mendapatkan dukungan suara terbanyak.
(2)
Panitia Pemilihan Kepala Desa
melaporkan hasil pemilihan Kepala Desa kepada BPD.
(3)
Calon Kepala Desa Terpilih
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ditetapkan dengan Keputusan BPD berdasarkan
Laporan dan Berita Acara Pemilihan dari Panitia Pemilihan.
(4)
Calon Kepala Desa Terpilih
disampaikan oleh BPD kepada Bupati/Walikota melalui Camat untuk disahkan
menjadi Kepala Desa Terpilih.
(5)
Bupati/Walikota menerbitkan
Keputusan Bupati/Walikota tentang Pengesahan Pengangkatan Kepala Desa Terpilih
paling lama 15 (lima belas) hari terhitung tanggal diterimanya penyampaian
hasil pemilihan dari BPD.
Pasal 51
(1)
Kepala Desa Terpilih dilantik oleh
Bupati/Walikota paling lama 15 (lima belas) hari terhitung tanggal penerbitan
keputusan Bupati/Walikota.
(2)
Pelantikan Kepala Desa dapat
dilaksanakan di desa bersangkutan di hadapan masyarakat.
(3)
Sebelum memangku jabatannya,
Kepala Desa mengucapkan sumpah/janji.
(4)
Susunan kata-kata sumpah/janji
Kepala Desa dimaksud adalah sebagai berikut:
“Demi
Allah (Tuhan), saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan memenuhi kewajiban saya
selaku Kepala Desa dengan sebaik-baiknya, sejujur-jujurnya, dan seadil-adilnya;
bahwa saya akan selalu taat dalam mengamalkan dan mempertahankan Pancasila
sebagai dasar negara; dan bahwa saya akan menegakkan kehidupan demokrasi dan
Undang-Undang Dasar 1945 serta melaksanakan segala peraturan perundang-undangan
dengan selurus-lurusnya yang berlaku bagi desa, daerah, dan Negara Kesatuan
Republik Indonesia”.
Pasal 52
Masa jabatan Kepala
Desa adalah 6 (enam) tahun terhitung sejak tanggal pelantikan dan dapat dipilih
kembali hanya untuk satu kali masa jabatan berikutnya.
Pasal 53
(1)
Ketentuan lebih lanjut mengenai
Tata Cara Pemilihan, Pencalonan, Pengangkatan, Pelantikan, dan Pemberhentian Kepala
Desa diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten/ Kota.
(2)
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sekurang-kurangnya memuat:
a.
mekanisme pembentukan panitia
pemilihan;
b.
susunan, tugas, wewenang dan
tanggung jawab panitia pemilihan;
c.
hak memilih dan dipilih;
d.
persyaratan dan alat
pembuktiannya;
e.
penjaringan bakal calon;
f.
penyaringan bakal calon;
g.
penetapan calon berhak dipilih;
h.
kampanye calon;
i.
pemungutan suara;
j.
mekanisme pengaduan dan
penyelesaian masalah;
k.
penetapan calon terpilih;
l.
pengesahan pengangkatan;
m.
pelantikan;
n.
sanksi pelanggaran;
o.
biaya pemilihan.
Pasal 54
(1)
Pemilihan Kepala Desa dan masa
jabatan kepala desa dalam kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak
tradisionalnya sepanjang masih hidup dan yang diakui keberadaannya berlaku ketentuan
hukum adat setempat.
(2)
Pemilihan kepala desa dan masa
jabatan kepala desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan
Daerah Kabupaten/Kota.
(3)
Peraturan Daerah sebagaimana
dimaksud ayat (2) wajib memperhatikan nilai-nilai sosial budaya dan adat
istiadat kesatuan masyarakat hukum adat setempat.
BAB V
PERATURAN DESA
Pasal 55
(1)
Peraturan Desa ditetapkan oleh
Kepala Desa bersama BPD.
(2)
Peraturan Desa dibentuk dalam
rangka penyelenggaraan Pemerintahan Desa.
(3)
Peraturan Desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan kondisi sosial budaya
masyarakat desa setempat.
(4)
Peraturan Desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilarang bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Pasal 56
Peraturan Desa
dibentuk berdasarkan pada asas pembentukan peraturan perundang-undangan.
Pasal 57
Masyarakat berhak
memberikan masukan secara lisan atau tertulis dalam rangka penyiapan atau
pembahasan Rancangan Peraturan Desa.
Pasal 58
Peraturan Desa
disampaikan oleh Kepala Desa kepada Bupati/Walikota melalui Camat sebagai bahan
pengawasan dan pembinaan paling lambat 7 (tujuh) hari setelah ditetapkan.
Pasal 59
(1)
Untuk melaksanakan Peraturan Desa,
Kepala Desa menetapkan Peraturan Kepala Desa dan/atau Keputusan Kepala Desa.
(2)
Peraturan Kepala Desa dan/atau
Keputusan Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilarang bertentangan
dengan kepentingan umum, dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Pasal 60
(1)
Peraturan Desa dan Peraturan
Kepala Desa dimuat dalam Berita Daerah.
(2)
Pemuatan Peraturan Desa dan
Peraturan Kepala Desa sebagaimana dimaksud ayat (1) dilakukan oleh Sekretaris Daerah.
(3)
Peraturan Desa dan Peraturan
Kepala Desa sebagaimana dimaksud ayat (1) disebarluaskan oleh Pemerintah Desa.
Pasal 61
(1)
Rancangan Peraturan Desa tentang
APB Desa yang telah disetujui bersama sebelum ditetapkan oleh Kepala Desa
paling lama 3 (tiga) hari disampaikan oleh Kepala Desa kepada Bupati/Walikota
untuk dievaluasi.
(2)
Hasil evaluasi Bupati/Walikota
terhadap Rancangan Peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disampaikan paling lama 20 (dua puluh) hari kepada Kepala Desa.
(3)
Apabila hasil evaluasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) melampaui batas waktu dimaksud, Kepala Desa dapat menetapkan
Rancangan Peraturan Desa tentang APB Desa menjadi Peraturan Desa.
Pasal 62
Ketentuan lebih
lanjut mengenai pedoman Pembentukan dan mekanisme penyusunan Peraturan Desa
diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dengan berpedoman pada Peraturan Menteri.
BAB VI
PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA
Pasal 63
(1)
Dalam rangka penyelenggaraan
pemerintahan desa disusun perencanaan pembangunan desa sebagai satu kesatuan
dalam sistem perencanaan pembangunan daerah kabupaten/Kota.
(2)
Perencanaan pembangunan desa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun secara partisipatif oleh
pemerintahan desa sesuai dengan Kewenangannya.
(3)
Dalam menyusun perencanaan
pembangunan desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib melibatkan lembaga kemasyarakatan
desa.
Pasal 64
(1)
Perencanaan pembangunan desa
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (2) disusun secara berjangka meliputi;
a.
Rencana pembangunan jangka
menengah desa yang selanjutnya disebut RPJMD untuk jangka waktu 5 (lima) tahun.
b.
Rencana kerja pembangunan desa,
selanjutnya disebut RKPDesa, merupakan penjabaran dari RPJMD untuk jangka waktu
1 (satu) tahun.
(2)
RPJMD sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a ditetapkan dengan Peraturan Desa dan RKP-Desa ditetapkan dalam
Keputusan Kepala Desa berpedoman pada Peraturan Daerah.
Pasal 65
(1)
Perencanaan pembangunan desa
sebagaimana dimaksud pada Pasal 64 ayat (1) didasarkan pada data dan informasi
yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan.
(2)
Data dan informasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) mencakup:
a.
penyelenggaraan pemerintahan desa;
b.
organisasi dan tata laksana
pemerintahan desa;
c.
keuangan desa;
d.
profil desa;
e.
informasi lain terkait dengan
penyelenggaraan pemerintahan desa dan pemberdayaan masyarakat.
Pasal 66
Ketentuan lebih
lanjut mengenai tahapan, tata cara penyusunan, pengendalian, dan evaluasi
pelaksanaan rencana pembangunan desa diatur dengan Peraturan Daerah
Kabupaten/Kota.
BAB VII
KEUANGAN DESA
Bagian Pertama
Umum
Pasal 67
(1)
Penyelenggaraan urusan
pemerintahan desa yang menjadi kewenangan desa didanai dari anggaran pendapatan
dan belanja desa, bantuan pemerintah dan bantuan pemerintah daerah.
(2)
Penyelenggaraan urusan pemerintah
daerah yang diselenggarakan oleh pemerintah desa didanai dari anggaran pendapatan
dan belanja daerah.
(3)
Penyelenggaraan urusan pemerintah
yang diselenggarakan oleh pemerintah desa didanai dari anggaran pendapatan dan
belanja negara.
Bagian Kedua
Sumber Pendapatan
Pasal 68
(1)
Sumber pendapatan desa terdiri
atas:
a.
pendapatan asli desa, terdiri dari
hasil usaha desa, hasil kekayaan desa, hasil swadaya dan partisipasi, hasil
gotong-royong, dan lain-lain pendapatan asli desa yang sah;
b.
bagi hasil pajak daerah
Kabupaten/Kota paling sedikit 10% (sepuluh per seratus) untuk desa dan dari
retribusi Kabupaten/Kota sebagian diperuntukkan bagi desa;
c.
bagian dari dana perimbangan
keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh Kabupaten/Kota untuk Desa paling sedikit
10% (sepuluh per seratus), yang pembagiannya untuk setiap Desa secara
proporsional yang merupakan alokasi dana desa;
d.
bantuan keuangan dari Pemerintah,
Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota dalam rangka pelaksanaan urusan
pemerintahan;
e.
hibah dan sumbangan dari pihak
ketiga yang tidak mengikat.
(2)
Bantuan keuangan dari Pemerintah,
Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud ayat
(1) huruf d disalurkan melalui kas desa.
(3)
Sumber pendapatan desa yang telah
dimiliki dan dikelola oleh desa tidak dibenarkan diambil alih oleh pemerintah
atau pemerintah daerah.
Pasal 69
Kekayaan Desa
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (1) huruf a terdiri atas:
a.
tanah kas desa;
b.
pasar desa;
c.
pasar hewan;
d.
tambatan perahu;
e.
bangunan desa;
f.
pelelangan ikan yang dikelola oleh
desa; dan
g.
lain-lain kekayaan milik desa.
Pasal 70
(1)
Sumber pendapatan daerah yang
berada di desa baik pajak maupun retribusi yang sudah dipungut oleh Provinsi
atau Kabupaten/Kota tidak dibenarkan adanya pungutan tambahan oleh Pemerintah
Desa.
(2)
Pungutan retribusi dan pajak
lainnya yang telah dipungut oleh Desa tidak dibenarkan dipungut atau diambil
alih oleh Pemerintah Provinsi atau Pemerintah Kabupaten/Kota.
(3)
Bagian desa dari perolehan bagian
pajak dan retribusi daerah ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
dan pengalokasiannya ditetapkan dengan Peraturan Bupati/Walikota.
Pasal 71
(1)
Pemberian hibah dan sumbangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (1) huruf e tidak mengurangi kewajiban-kewajiban
pihak penyumbang kepada desa.
(2)
Sumbangan yang berbentuk barang,
baik barang bergerak maupun barang tidak bergerak dicatat sebagai barang inventaris
kekayaan milik desa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3)
Sumbangan yang berbentuk uang
dicantumkan di dalam APB Desa.
Pasal 72
(1)
Ketentuan lebih lanjut mengenai
sumber pendapatan desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (1) diatur
dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
(2)
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya memuat:
a.
sumber pendapatan;
b.
jenis pendapatan;
c.
rincian bagi hasil pajak dan
retribusi daerah;
d.
bagian dana perimbangan;
e.
persentase dana alokasi desa;
f.
hibah;
g.
sumbangan;
h.
kekayaan.
Bagian Ketiga
Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa
Pasal 73
(1)
APB Desa terdiri atas bagian
pendapatan Desa, belanja Desa dan pembiayaan.
(2)
Rancangan APB Desa dibahas dalam
musyawarah perencanaan pembangunan desa.
(3)
Kepala Desa bersama BPD menetapkan
APB Desa setiap tahun dengan Peraturan Desa.
Pasal 74
Pedoman penyusunan
APB Desa, perubahan APB Desa, perhitungan APB Desa, dan pertanggungjawaban
pelaksanaan APB Desa ditetapkan dengan Peraturan Bupati/Walikota.
Bagian Keempat
Pengelolaan
Pasal 75
(1)
Kepala Desa adalah pemegang
kekuasaan pengelolaan keuangan desa.
(2)
Dalam melaksanakan kekuasaannya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Kepala Desa dapat melimpahkan sebagian atau seluruh
kekuasaannya yang berupa perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan
kepada perangkat desa.
Pasal 76
Ketentuan lebih
lanjut mengenai pengelolaan keuangan desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75
ayat (1) diatur dengan peraturan desa.
Pasal 77
Pedoman pengelolaan
keuangan desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (1) diatur dengan
Peraturan Bupati/Walikota.
Bagian Kelima
Badan Usaha Milik Desa
Pasal 78
(1)
Dalam meningkatkan pendapatan
masyarakat dan Desa, Pemerintah Desa dapat mendirikan Badan Usaha Milik Desa sesuai
dengan kebutuhan dan potensi Desa.
(2)
Pembentukan Badan Usaha Milik Desa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Desa berpedoman pada
peraturan perundang-undangan.
(3)
Bentuk Badan Usaha Milik Desa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus berbadan hukum.
Pasal 79
(1)
Badan Usaha Milik Desa sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 78 ayat (1) adalah usaha desa yang dikelola oleh
Pemerintah Desa.
(2)
Permodalan Badan Usaha Milik Desa
dapat berasal dari:
a.
Pemerintah Desa;
b.
Tabungan masyarakat;
c.
bantuan Pemerintah, Pemerintah
Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota;
d.
pinjaman; dan/atau
e.
penyertaan modal pihak lain atau
kerja sama bagi hasil atas dasar saling menguntungkan.
(3)
Kepengurusan Badan Usaha Milik
Desa terdiri dari Pemerintah Desa dan masyarakat.
Pasal 80
(1)
Badan Usaha Milik Desa dapat
melakukan pinjaman sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2)
Pinjaman sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan setelah mendapat persetujuan BPD.
Pasal 81
(1)
Ketentuan lebih lanjut mengenai
Tata Cara Pembentukan dan Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa diatur dengan
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
(2)
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya memuat:
a.
bentuk badan hukum;
b.
kepengurusan;
c.
hak dan kewajiban;
d.
permodalan;
e.
bagi hasil usaha;
f.
kerjasama dengan pihak ketiga;
g.
mekanisme pengelolaan dan pertanggungjawaban;
BAB VIII
KERJA SAMA DESA
Pasal 82
(1)
Desa dapat mengadakan kerja sama
antar desa untuk kepentingan desa masing-masing.
(2)
Kerja sama sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) yang membebani masyarakat dan desa harus mendapatkan persetujuan
BPD.
(3)
Kerja sama antar desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan kewenangannya.
Pasal 83
(1)
Ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 82 ayat (2) ayat (3) berlaku juga bagi desa yang melakukan kerja
sama dengan pihak ketiga.
(2)
Kerja sama sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi bidang:
a.
peningkatan perekonomian
masyarakat desa;
b.
peningkatan pelayanan pendidikan;
c.
kesehatan;
d.
sosial budaya;
e.
ketentraman dan ketertiban;
dan/atau
f.
pemanfaatan sumber daya alam dan
teknologi tepat guna dengan memperhatikan kelestarian lingkungan.
Pasal 84
Untuk pelaksanaan
kerja sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 dan Pasal 83 dapat dibentuk
Badan Kerjasama.
Pasal 85
(1)
Ketentuan lebih lanjut mengenai
Pelaksanaan Kerja sama Antar Desa, dan Kerja sama Desa dengan Pihak Ketiga
diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
(2)
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), sekurang-kurangnya memuat:
a.
ruang lingkup;
b.
tugas dan tanggung jawab;
c.
pelaksanaan;
d.
penyelesaian perselisihan;
e.
tenggang waktu;
f.
pembiayaan.
Pasal 86
(1)
Perselisihan kerja sama antar desa
dalam satu kecamatan, difasilitasi dan diselesaikan oleh Camat.
(2)
Perselisihan kerja sama antar desa
pada kecamatan yang berbeda dalam satu Kabupaten/Kota difasilitasi dan diselesaikan
oleh Bupati/Walikota.
(3)
Penyelesaian perselisihan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan secara adil dan tidak
memihak.
(4)
Penyelesaian perselisihan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) bersifat final.
Pasal 87
(1)
Perselisihan kerja sama desa
dengan pihak ketiga dalam satu kecamatan, difasilitasi dan diselesaikan oleh
Camat.
(2)
Perselisihan kerja sama desa
dengan pihak ketiga pada kecamatan yang berbeda dalam satu Kabupaten/Kota difasilitasi
dan diselesaikan oleh Bupati/Walikota.
(3)
Apabila pihak ketiga tidak
menerima penyelesaian perselisihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2) dapat mengajukan penyelesaian ke pengadilan.
Pasal 88
(1)
Pembangunan kawasan perdesaan yang
dilakukan oleh Kabupaten/Kota dan atau pihak ketiga wajib mengikutsertakan Pemerintah
Desa dan BPD.
(2)
Dalam perencanaan, pelaksanaan
pembangunan, pemanfaatan dan pendayagunaan kawasan perdesaan wajib mengikutsertakan
masyarakat sebagai upaya pemberdayaan masyarakat.
(3)
Ketentuan lebih lanjut mengenai
perencanaan, pelaksanaan pembangunan, pemanfaatan dan pendayagunaan kawasan perdesaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Daerah
Kabupaten/Kota.
(4)
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sekurang-kurangnya memuat:
a.
kepentingan masyarakat desa
melalui keikutsertaan masyarakat;
b.
kewenangan desa;
c.
kelancaran pelaksanaan investasi;
d.
kelestarian lingkungan hidup; dan
e.
keserasian kepentingan antar
kawasan dan kepentingan umum.
BAB IX
LEMBAGA KEMASYARAKATAN
Pasal 89
(1)
Di desa dapat dibentuk lembaga
kemasyarakatan.
(2)
Pembentukan lembaga kemasyarakatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Desa.
Pasal 90
Lembaga
kemasyarakatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 ayat (1) mempunyai tugas
membantu Pemerintah Desa dan merupakan mitra dalam memberdayakan masyarakat
desa.
Pasal 91
Tugas Lembaga
Kemasyarakatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 meliputi:
a.
menyusun rencana pembangunan
secara partisipatif;
b.
melaksanakan, mengendalikan,
memanfaatkan, memelihara dan mengembangkan pembangunan secara partisipatif;
c.
menggerakkan dan mengembangkan
partisipasi, gotong-royong dan swadaya masyarakat
d.
menumbuhkembangkan kondisi dinamis
masyarakat dalam rangka pemberdayaan masyarakat.
Pasal 92
Dalam melaksanakan
tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91, lembaga kemasyarakatan mempunyai
fungsi:
a.
penampungan dan penyaluran
aspirasi masyarakat dalam pembangunan;
b.
penanaman dan pemupukan rasa
persatuan dan kesatuan masyarakat dalam kerangka memperkokoh Negara Kesatuan Republik
Indonesia;
c.
peningkatan kualitas dan
percepatan pelayanan pemerintah kepada masyarakat;
d.
penyusunan rencana, pelaksanaan,
pelestarian, dan pengembangan hasil-hasil pembangunan secara partisipatif;
e.
penumbuhkembangan dan penggerak
prakarsa, partisipasi, serta swadaya gotong-royong masyarakat;
f.
pemberdayaan dan peningkatan
kesejahteraan keluarga; dan
g.
pemberdayaan hak politik
masyarakat;
Pasal 93
Kegiatan lembaga
kemasyarakatan ditujukan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat
melalui:
a.
peningkatan pelayanan masyarakat;
b.
peningkatan peran serta masyarakat
dalam pembangunan;
c.
pengembangan kemitraan;
d.
pemberdayaan masyarakat; dan
e.
pengembangan kegiatan lain sesuai
dengan kebutuhan dan kondisi masyarakat setempat.
Pasal 94
(1)
Pengurus lembaga kemasyarakatan
dipilih secara musyawarah dari anggota masyarakat yang mempunyai kemauan,
kemampuan, dan kepedulian dalam pemberdayaan masyarakat;
(2)
Susunan dan jumlah pengurus
lembaga kemasyarakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disesuaikan dengan kebutuhan.
Pasal 95
Hubungan kerja
antara lembaga kemasyarakatan dengan Pemerintahan Desa bersifat kemitraan,
konsultatif dan koordinatif.
Pasal 96
Dana kegiatan
lembaga kemasyarakatan dapat bersumber dari:
a.
swadaya masyarakat;
b.
Anggaran Pendapatan dan Belanja
Desa;
c.
Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah Kabupaten/Kota dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi;
d.
bantuan Pemerintah, Pemerintah
Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota;
e.
bantuan lain yang sah dan tidak
mengikat.
Pasal 97
(1)
Ketentuan lebih lanjut mengenai
lembaga kemasyarakatan diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dengan memperhatikan
kondisi sosial budaya masyarakat.
(2)
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sekurang-kurangnya memuat:
a.
Tata cara pembentukan;
b.
maksud dan tujuan;
c.
tugas, fungsi dan kewajiban;
d.
kepengurusan;
e.
tata kerja;
f.
hubungan kerja;
g.
sumber dana.
BAB X
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 98
(1)
Pemerintah dan Pemerintah Provinsi
wajib membina penyelenggaraan pemerintahan desa dan lembaga kemasyarakatan.
(2)
Pemerintah Kabupaten/Kota dan
Camat wajib membina dan mengawasi penyelenggaraan pemerintahan desa dan lembaga
kemasyarakatan.
Pasal 99
Pembinaan
Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (1), meliputi:
a.
memberikan pedoman dan standar
pelaksanaan urusan pemerintahan desa dan lembaga kemasyarakatan;
b.
memberikan pedoman tentang bantuan
pembiayaan dari pemerintah, pemerintah provinsi dan kabupaten/kota kepada desa;
c.
memberikan pedoman pendidikan dan
pelatihan;
d.
memberikan pedoman penyusunan
perencanaan pembangunan partisipatif;
e.
memberikan pedoman dan standar
tanda Jabatan, pakaian dinas dan atribut bagi Kepala Desa serta perangkat desa;
f.
memberikan bimbingan, supervisi
dan konsultasi pelaksanaan pemerintahan desa dan lembaga kemasyarakatan;
g.
memberikan penghargaan atas
prestasi yang dilaksanakan dalam penyelenggaraan pemerintahan desa dan lembaga kemasyarakatan;
h.
menetapkan bantuan keuangan
langsung kepada Desa;
i.
melakukan pendidikan dan pelatihan
tertentu kepada aparatur pemerintah daerah yang bertugas membina Pemerintahan Desa;
j.
melakukan penelitian tentang
penyelenggaraan pemerintahan desa pada desa-desa tertentu;
k.
melakukan upaya-upaya percepatan
atau akselerasi pembangunan perdesaan; dan
l.
pembinaan lainnya yang diperlukan.
Pasal 100
Pembinaan
Pemerintah Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (1), meliputi:
a.
memberikan pedoman pelaksanaan
tugas pembantuan dari provinsi;
b.
menetapkan bantuan keuangan dari
pemerintah provinsi;
c.
memfasilitasi penyusunan peraturan
daerah kabupaten/kota;
d.
melakukan pengawasan peraturan
daerah kabupaten/kota;
e.
memfasilitasi keberadaan kesatuan
masyarakat hukum adat, nilai adat istiadat, lembaga adat beserta hak-hak
tradisionalnya dalam pelaksanaan pemerintahan desa;
f.
melaksanakan pendidikan dan
pelatihan tertentu skala provinsi;
g.
melakukan penelitian tentang
penyelenggaraan pemerintahan desa pada desa-desa tertentu;
h.
memberikan penghargaan atas
prestasi penyelenggaraan pemerintahan desa dan lembaga kemasyarakatan tingkat provinsi;
dan
i.
melakukan upaya-upaya percepatan
atau akselerasi pembangunan perdesaan skala provinsi.
Pasal 101
Pembinaan dan
pengawasan Pemerintah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat
(2), meliputi:
a.
menetapkan pengaturan kewenangan
kabupaten/kota yang diserahkan pengaturannya kepada desa;
b.
memberikan pedoman pelaksanaan
tugas pembantuan dari kabupaten/kota ke desa;
c.
memberikan pedoman penyusunan
peraturan desa dan peraturan kepala desa;
d.
memberikan pedoman teknis
pelaksanaan dan pengembangan lembaga kemasyarakatan;
e.
memberikan pedoman penyusunan
perencanaan pembangunan partisipatif;
f.
melakukan penelitian tentang penyelenggaraan
pemerintahan desa;
g.
melakukan evaluasi dan pengawasan
peraturan desa;
h.
menetapkan pembiayaan alokasi dana
perimbangan untuk desa;
i.
mengawasi pengelolaan keuangan
desa dan pendayagunaan aset desa;
j.
melakukan pembinaan dan pengawasan
penyelenggaraan pemerintahan desa dan lembaga kemasyarakatan;
k.
memfasilitasi keberadaan kesatuan
masyarakat hukum adat, nilai adat istiadat, lembaga adat beserta hak-hak
tradisionalnya dalam pelaksanaan pemerintahan desa;
l.
menyelenggarakan pendidikan dan
pelatihan bagi pemerintah desa dan lembaga kemasyarakatan;
m.
menetapkan pakaian dan atribut
lainnya bagi Kepala Desa, Perangkat Desa dan BPD sesuai dengan kondisi dan
sosial budaya masyarakat setempat;
n.
memberikan penghargaan atas
prestasi yang dilaksanakan dalam penyelenggaraan pemerintahan desa dan lembaga kemasyarakatan;
dan
o.
memberikan sanksi atas
penyimpangan yang dilakukan oleh kepala desa sebagaimana diatur dalam peraturan
perundang-undangan;
p.
melakukan upaya-upaya percepatan
atau akselerasi pembangunan perdesaan.
Pasal 102
Pembinaan dan
pengawasan Camat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (2), meliputi:
a.
memfasilitasi penyusunan peraturan
desa dan peraturan kepala desa;
b.
memfasilitasi administrasi tata
pemerintahan desa;
c.
memfasilitasi pengelolaan keuangan
desa dan pendayagunaan aset desa;
d.
memfasilitasi pelaksanaan urusan
otonomi daerah Kabupaten/Kota yang diserahkan kepada desa;
e.
memfasilitasi penerapan dan
penegakan peraturan perundang-undangan;
f.
memfasilitasi pelaksanaan tugas
kepala desa dan perangkat desa;
g.
memfasilitasi upaya
penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban umum;
h.
memfasilitasi pelaksanaan tugas,
fungsi, dan kewajiban lembaga kemasyarakatan;
i.
memfasilitasi penyusunan
perencanaan pembangunan partisipatif;
j.
memfasilitasi kerjasama antar desa
dan kerjasama desa dengan pihak ketiga;
k.
memfasilitasi pelaksanaan
pemberdayaan masyarakat desa.;
l.
memfasilitasi kerjasama antar
lembaga kemasyarakatan dan kerjasama lembaga kemasyarakatan dengan pihak
ketiga;
m.
memfasilitasi bantuan teknis dan
pendampingan kepada lembaga kemasyarakatan; dan
n.
memfasilitasi koordinasi unit
kerja pemerintahan dalam pengembangan lembaga kemasyarakatan.
BAB XI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 103
(1)
Masa jabatan kepala desa yang ada
pada saat ini tetap berlaku sampai habis masa jabatannya.
(2)
Anggota Badan Perwakilan Desa yang
ada pada saat ini tetap menjalankan tugas sampai habis masa jabatannya.
(3)
Sekretaris Desa yang ada selama
ini yang bukan Pegawai Negeri Sipil secara bertahap diangkat menjadi Pegawai
Negeri Sipil yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah tersendiri.
BAB XII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 104
Pada saat Peraturan
Pemerintah ini berlaku, Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2001 tentang
Pedoman Umum Pengaturan Mengenai Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2001 Nomor 142, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4155) dicabut
dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 105
Peraturan Daerah
Kabupaten/Kota tentang Desa yang bertentangan atau tidak sesuai, diganti atau
diubah paling lama 1 (satu) tahun sejak ditetapkan Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 106
(1)
Menteri wajib memfasilitasi
pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini.
(2)
Menteri mengatur mengenai Pedoman
Penetapan dan Penegasan Batas Desa, Administrasi Desa, Tata Naskah Dinas di
lingkungan Pemerintahan Desa, Asosiasi/Paguyuban/Forum Komunikasi Badan
Permusyawaratan Desa dan Pemerintah Desa serta tanah kas desa.
Pasal 107
Peraturan
Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang
mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan
Di Jakarta,
Pada
Tanggal 30 Desember 2005
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
DR. H.
SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan
Di Jakarta,
Pada
Tanggal 30 Desember 2005
MENTERI
HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
HAMID
AWALUDIN
LEMBARAN
NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2005 NOMOR 158
Tidak ada komentar:
Posting Komentar